Header Ads

cerpen : Angin Terakhir



Oleh : Epon Putra
Deraian hujan terus menetes membasahi setiap inci demi inci dan jengkal demi jengkal tanah yang ada di pedesaan yang terletak tak jauh dari pinggiran sungai Batang Hari yang merupakan sungai  terpanjang di pulau Sumatra tersebut, terlihatlah seorang anak berlari dengan begitu gigih dan tanpa kenal rasa lelah dan takut, ia mengayunkan langkah kakinya,anak itu bernama  Kilat. Ia membawa berita bahwa buaya sungai batang hari kembali memakan korban,korban tersebut adalah pemuda yang juga berasal dari desa tersebut. “Pak Man, Si Putih lapar lagi” seru kilat,”apa yang katamu ini?” sahut Pak Man dengan penuh rasa heran.Pak Man adalah seorang tokoh masyarakat di kampung tersebut. Masyarakat disitu sudah tau dengan nama si putih yang tak lain adalah seekor buaya sungai yang berbeda dari biasanya, buaya itu mempunyai palung berwarna putih. “ini sudah tak bisa dibiarkan lagi, dalam bulan ini saja itu sudah korban yang ke dua”kata Pak Man dengan geramnya, “kita tak tau  apa apa Datuak, akhir akhir ini saja ia seprti itu, pasti ada sesuatu yang tidak beres Datuak”. Sahut Mak Ram sambil membawakan kopi untuk Pak Man.”bagaimana kilat?apakah sudah ditemukan tanda tanda buaya tersebut?,jasat korbannya sudah ditemukan?”,”beruntung jasadnya tak sampai dimakan Pak Man,kita harus segera bertindak. kau pulanglah dulu Kilat, tampak nya kau sudah bugitu lelah sekali. Dengan menekuk wajahnya kilat menyeret kakinya pulang kerumah,ia agak kecewa dengan Pak Man yang hanya enyuruhnya pulang begitu saja, padahal ia mengharapkan bisa bertindak lebih pada kasus ini. Angin yang membelai keduah belah pipi Kilat menambah dalam tanda tanya di hatinya tentang peristiwa yang ia rasa janggal yang terjadi akhir akhir ini di kampungnya.
Sesampainya dirumah, Kilat lansung beristirahat untuk melepaskan penatnya pada hari ini, kelopak mata itupun ternyata sangat berat sehingga ia tak mampu mebendung nya,begitu membuaikan dan akhirya ia dikalahkan oleh rasa kantuknya. Kembalikan pusaka yang telah di ambil dariku, kalau tidak rasakan gigi ku yang tajam ini. Jangan,jangan, apa salahku?apa salahku? Guncangan tangan lembut itu membuat kilat tersentak hingga terpental jatuh dari tempat tidurnya,kenapa kau ini kilat? Sadar nak, sadar. Aku mimpi buruk mak,aku dikejar kejar oleh buaya dan ia meminta sesuatu padaku,mungkin. Sudah, jangan dipikirkan, makan dulu sana.aku harus nmenyelesaikan ini mak harus.
Aku harus menyembunyikan ini semua, jangan sampai ada orang lain yang tau, tak seorangpun.apa itu Datuak? Bukan apa apa Mak. Pak Man segera menyembunyikan sesuatu itu kedalam kantong nya. Apa yang sebenarnya tengah terjadi di kampong kita ini Datuak? Hawa kemenyan tak lagi seharum dulu, langit seakan akan selalu menyembunyikan matahari dari hadapan kita apa yang salah Datuak? Sudahlah Mak, tak perlu kau hiraukan hal yang sepele semacam itu, air batang hari toh masih mengalir dari barat ke timur, ikan masih banyak seperti biasanya. Tidak Datuak ini tidak biasa, si putih yang dulu bersahabat, kni tak lagi, ia seakan akan melampiaskan dendam kesumat kepada warga kampung kita. Sudahlah mak, itu hanya perasaan kau saja,jangan terlalu merisau risaukan.
Jangan kila,t untuk apa kau melakukan pekerjaan yang hanya kan menghasilkan angka nol, biarlah dikerjakan orang lain,kau itu masih muda, darahmu baru setampuk pinang dan umur mu pun baru setahun jagung. Tidak mak, aku sudah mantap, ini sudah jalan yang ingin ku tempuh, kuharap mak berdiri dibelakangku, dan mak ikhlas melepasku melakukan pekerjaan mulia ini. Mulia katamu, itu sama saja kau mengorbankan nyawamu sendiri. Tidak mak, ini demi kepentingan orang banyak. Baiklah kilat jika keinginanmu sudah tak dapat mak bending,maka hanya kaepada tuhan Allah lah mak berserah memberikan segala urusann
.
Datuak, Kilat datanga. Dengan tergopoh gopoh Pak Man mengahampiri, ada apa kilat? Pak  , saya sudah bulat untuk menangkap buaya itu. Kau sudah gila!! Tidak datuak. Kedatangan ku kesini untuk meminta arahan dari datuak,bukan sanggahan. Baiklah, buaya ini bukan buaya sembarangan, kau berhati hatilah, cari ia di air yang tak keruh dan tak juga jernih, tak dalam dan tak juga dangkal,didekatnya ada pohon onge. Baiklah pak, tuah akan segera dihentakkan.
Ternyata tak semudah dibayangkan mencari lokasi yang telah digambarkan, dengan usaha keras jugalah masalah terselasaikan. Saat menemuakan lokasi itu kilat lansung terjun kesungai tersebut, entah mengapa ia menjadi berada padsa sebuah kampung yang cukup bagus dari kampungnya, ia melihat sekelompok orang sedang berkumpul dan uia menghampiri orang orang tersebut, ada pa bapak? Mustika kami telah dicuri,mustika milik bapak haji. Siapa itu bapak haji? Bisik kilat dalam hatinya. Datanglah seorang paruh baya sambil berkata, sebelum mustika itu dikembalikan, penduduk itu tak akan pernah bisa mersakan sejuknya air batang hari ini lagi, bagai disambar petir kilat tersadar dengan apa yang sesungguhnya sedang terjadi. Ia mendatangi oarng tersebut, biarkanlah saya menebus segala yang telah dilakukan oleh warga saya kepada bapak, apapun akan saya lakukan, maafkalah mereka.
Ini tak semudah yang kau katakan nak, jika mustika itu tidak kembali, maka harus ada yang menggantikan posisi mustika itu disini.biarlah saya yang mengantikannya disini pak. kau yakin dengan keputusanmu? Biarlah pak. Baiklah kata sudah mufakat, jikalau kau sudah memutuskan untuk mengantikan posisi mustika itu kaupun tau konsekuensi yang harus kau jalani, kau tak akan bisa pulang lagi kedesamu, kecuali pada satu saat, yaitu saat angin terakhir.
Aku telah salah, aku tak akan membiarkan ini, apalah arti kesaktian jika hanya untuk diri sendiri tanpa bermafaat bagi yang lain. Kilat kau sabarlah, aku akan datang, pada saat itu, pada saat angin terakhir.

No comments